Oleh : Faisal Amin Mamulaty |
Konsep demokrasi secara sederhana dimaknai sebagai pemerintahan yang kedaulatannya terletak pada rakyat dan sering dilawan dengan konsep totalitarianisme. Hampir seluruh negara di dunia kini mendaulat dirinya sebagai negara demokrasi.
Demokrasi pada dasarnya memberikan harapan kebahagiaan dan kepuasan bagi rakyat, karena rakyat diberi kesempatan seluas-luasnya untuk berpartisipasi dalam pemerintahan dan penentuan kebijakan publik.
Idealnya dalam sebuah negara demokrasi, rakyatlah yang memerintah, membuat undang-undang, dan melakukan aktivitas - aktivitas penyelenggaraan negara lainnya.
Namun, konsep demokrasi langsung semacam itu sulit dilakukan. Karna demokrasi yang berkembang dan kita anut dewasa ini adalah demokrasi keterwakilan atau lazimnta desebut perwakilan (representative democracy), sehingga pelaksana aktivitas- aktivitas tersebut adalah orang-orang yang dipilih oleh rakyat melalui Pemilihan Umum (pemilu) dan juga Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada)
Di kebanyakan negara demokrasi, sebagian menganggap keberhasilan pelaksanaan kedaulatan rakyat itu terletak pada suksesnya penyaluran hak konstitusi rakyatnya pada saat hari pemungutan itu sendiri dan juga pada sebuah proses administrasi.
Dimana hasil pemilu yang diselenggarakan dalam suasana keterbukaan dengan kebebasan berpendapat dan kebebasan berserikat dianggap sangat akurat, partisipatif serta aspiratif.
Kendati demikian, perlu dipahami bahwa Pemilihan Legislatif, Presiden dan Kepala Daerah tidak merupakan satu-satunya tolok ukur dan tentunya perlu dilengkapi dengan pengukuran beberapa kegiatan lain yang lebih bersifat berkesinambungan, seperti partisipasi dalam kegiatan partai, lobbying, dan sebagainya. Agar dapat menadvokasi masyarakat lebih aktif dalam menetukan kebijakan-kebijakan politik guna menunjang kesejahteraan.
Indonesia pasca perubahan UUD 1945 menganut sistim demokrasi. Dalam penyelenggaraan pemerintahan negaranya, di mana mekanisme pengisian jabatan-jabatan politik penting dalam pemerintahannya dipilih langsung oleh rakyat melalui pemilu yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
Dalam hal ini, seluruh anggota DPR, DPD dan DPRD dan Presiden dipilih oleh rakyat melalui Pemilihan Umum (Pemilu). Adapun kepala daerah dipilih secara demokratis yang dalam undang-undang ditegaskan dipilih oleh rakyat secara langsung melalui Pemilu Kepala Daerah (Pemilukada).
Untuk mewujudkan maksud dan tujuan ideal penyelenggaraan Pemilu, tentunya harus mempersiapkan terbangunnya lembaga penyelanggara pemilu yang memiliki karakteristik profesionalisme dengan sumber daya manusia (SDM) yang handal atau ahli.
Secara spesifik, seorang penyelenggara pemilu layak dianggap profesional, harus memiliki kemampuan berbeda dari bidang pekerjaan lainnya. Adapun indikasi sederhana profesionalisme penyelenggara pemilu adalah :
(1). Memiliki kemampuan atau keterampilan dalam menggunakan peralatan yang berhubungan dengan bidang pekerjaan pemilu.
(2). Memiliki ilmu dan pengalaman dalam menganalisis.
(3). Bekerja di bawah disiplin yang tinggi.
(4). Mampu melakukan pendekatan disipliner.
(5). Mampu bekerja sama dengan para stakeholder.
(6). Cepat tanggap terhadap masalah pemilu yang kedatangannya sulit terprediksi serta.
(7). Terlahir by moment and by proses.
Jika kajian profesionalisme penyelenggara pemilu dilakukan analisis dari aspek kepemimpinan. Sejujurnya peran kepemimpinan seseorang/ individu merupakan faktor yang dapat menggerakkan daya dan usaha serta dapat mendukung organisasi dalam mengembangkan tujuan dan pelayanannya.
Gaya kepemimpinan yang menarik untuk dipahami berkaitan dengan pekerjaan sebagai penyelenggara pemilu adalah kepemimpinan transformasional atau kolektif kolegial.
Kepemimpinan kolektif kolegial mempunyai potensi paling besar dalam menanamkan dan memperkuat aspek-aspek budaya dalam organisasi. Korelasi kepemimpinan berhubungan dengan budaya organisasi, bagaimana penyelenggara pemilu mempersepsikan karakteristik dari aturan-aturan yang ada serta nilai-nilai yang berlaku dan dihayati bersama.
Budaya memberikan nilai identitas diri pada seluruh individu yang ada dalam organisasi, dengan adanya budaya organisasi, maka komitmen bersama menjadi dasar dari gerak usaha organisasi.
Kepemimpinan atau leadership adalah inti dari manajemen pemilu. Sementara inti dari kepemimpinan adalah human relations. kepemimpinan dalam rangka memengaruhi orang- orang agar mau bekerja sama untuk mencapai suatu tujuan bersama.
Kepemimpinan yang baik perlu dikembangkan dan dipelihara sebaik-baiknya, karena manajemen penyelenggaraan pemilu yang berhasil bergantung pada adanya kepemimpinan yang baik.
Peran pemimpin merupakan faktor yang dapat mengerahkan daya dan usaha penyelenggara di bawahnya serta dapat mendukung organisasi dalam mengembangkan tujuan dan pelayanannya. Gaya kepemimpinan yang menarik untuk dipahami berkaitan dengan pekerjaan adalah kepemimpinan transformasional atau kolektif kolegial dengan penuh keterbukaan, bertanggungjawab serta berkesinambungan.
Kepemimpinan kolektif kolegial mempunyai potensi paling besar menanamkan dan memperkuat aspek-aspek budaya dalam organisasi. Budaya organisasi berhubungan dengan bagaimana mempersepsikan karakteristik dari aturan- aturan yang ada, nilai-nilai yang berlaku. maka komitmen bersama menjadi dasar dari gerak usaha organisasi.
Karakteristik kolektif kolegial di lembaga-lembaga pemerintah masih jarang diterapkan, tak terkecuali di KPU dan beberapa lembaga lainnya, makanya perlu dilakukan kajian meskipun kajian kepemimpinan kolektif kolegial bukan merupakan suatu hal yang sepenuhnya baru, kebanyakan para pengarang dan peneliti masih berkutat pada teori-teori lama yang menonjolkan beberapa gaya kepemimpinan, seperti gaya kepemimpinan autokratis, demokratis, otoriter, situasional, dan lain-lain.
Kepemimpinan kolektif kolegial terlihat pada tiga hal, yaitu: (1). Membantu staf mengembangkan dan memelihara kolaborasi; (2). Budaya organisasi profesional dan (3). Membantu mengembangkan, mengatasi masalah secara efektif.
Sementara yang berkaitan dengan kepemimpinan kolektif kolegial adalah pengaruh idealis, motivasi, inspirasi, stimulasi, intelektual serta pertimbangan individu.
Dalam bidang kepemiluan, seiring dengan upaya pembaruan yang dilakukan, maka bentuk kepemimpinan dipandang penting untuk diformulasikan. Teori kepemimpinan seperti yang telah berkembang selama ini termasuk dalam model kepemimpinan transaksional.
Seiring dengan tuntutan iklim kerja, sedikit demi sedikit perlu terjadi pergeseran pendekatan kepemimpinan, yaitu dari transaksional ke kepemimpinan kolektif kolegial.
Selain itu, kepemimpinan kolektif kolegial merupakan gaya kepemimpinan yang mengutamakan pemberian kesempatan dan atau mendorong semua unsur yang ada dalam organisasi untuk bekerja atas dasar sistem nilai yang luhur. Sehingga semua unsur yang ada bersedia tanpa paksaan, berpartisipasi secara optimal dalam rangka mencapai tujuan organisasi.
Ciri-ciri seseorang yang telah berhasil menerapkan gaya kepemimpinan kolektif kolegial adalah (1). Mengidentifikasi dirinya sebagai agen pembaruan. (2). Memiliki sifat pemberani. (3). Mempercayai orang lain. (4). Bertindak atas dasar sistem nilai (bukan atas dasar kepentingan individu). (5). Meningkatkan kemampuannya secara terus-menerus. (6). Memiliki kemampuan untuk menghadapi situasi yang rumit, tidak jelas, dan tidak menentu. (7). Memiliki visi ke depan untuk institusinya.
Klik ☝ untuk mengikuti akun Google News Kami agar anda tidak ketinggalan berita menarik lainnya |