Namlea, Orasirakyat.com
Padahal ketika belum dilakukan penertiban, wilayah ini ramai dengan hiruk pikuk antar pekerja tambang dari seluruh pelosok tanah air.
Penertiban di hari Senin & Selasa, petugas dengan di bantu eksavator berhasil mem bongkar tenda - tenda para penambang & membongkar bak-bak rendaman.
Dua hari bekerja keras petugas belum mampu untuk lakukan penertiban, karena luasnya areal di tambah dengan kurangnya alat berat, sehingga ada lokasi-lokasi lain yang belum tersentuh.
Di hari ke 3, Kamis 24 Februari 2022, penertiban di lanjutkan di Wasboli & Sampeno, Desa Kaiely, Kec. Kaiely.
Kontributor media ini di
Namlea menginformasikan bahwa penertiban hari ke 3 langsung di pimpin oleh Kapolsek Waiapo, Ipda Andreas Hasurungan Panjaitan. Menurut Andreas, personil yang di pimpinx sebanyak 40 orang merupakan gabungan dari Polres Buru & Polsek Waiapo.
"Berbagai peralatan penambang di hancurkan, bahkan ada sektar 70 bak rendaman yang di ratakan dengan tanah, termasuk tenda-tenda juga di robohkan," sambung Andreas.
Dalam vidio terlihat eksavator dengan ganasnya mengobrak abrik bak2 rendaman, dan nam pak ratusan karung berisi pasir emas bergelimpangan tak keruan.
Menyikapi aksi penertiban oleh Polres Buru atas kehadiran tambang ilegal di GB, Korwil LSM LIRA Maluku, Jan Sariwating angkat bicara.
Kepada wartawan siang tadi Sariwating mengatakan bahwa apa yang sedang di lakukan oleh Polres Buru adalah hal yang biasa.
"Penertiban yang dilakukan Polres Buru adalah hal yang biasa dan tidak ada yang istimewa.
Karena semuany itu adalah merupakan tugas rutin yang harus di laksanakan untuk melindungi masyarakat," tegas Sariwating.
"Jadi itu merupakan tugas rutin dan bukan sebuah prestasi," timpal aktivis anti korupsi ini.
Menurutnya yang sangat disayangkan, dalam penertiban selama 3 hari, tidak ada satupun pemilik bak rendaman yang di tangkap.
"Kami juga heran kenapa Polres tidak tegas terhadap mereka - mereka ini. Padahal mereka-mereka inilah yang merupakan biang keladi terjadinya kerusakan atas lingkungan hidup disana," ujarnya.
Semestinya, mereka-mereka ini harus di tangkap dan diadili karena telah melanggar UU No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan & Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Pasal 69 ayat 1 butir a " setiap orang dilarang melakukan per buatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusak an lingkungan hidup".
Jika penambangan itu disertai dengan pemakaian bahan berbahaya seperti mercuri, sianida, maka ada sangsi pidana & denda.
Pidana penjara paling singkat 1 tahun, dan paling lama 3 tahun.
Sedangkan denda paling sedikit Rp. 1 Milliar dan paling banyak 3 Milliar.
Sangsi pidana & denda ini harus di lakukan kepada penambang - penambamg ilegal sehingga ada efek jera.
Kalau hal itu tidak di lakukan, maka cepat atau lambat mereka - mereka ini terutama pemilik bak rendaman akan kembali beraktifitas seperti biasa, karena sudah banyak bukti yang menyatakan itu.
"Mudah-mudahan penertiban saat ini merupakan yang terakhir, tapi kalaupun di waktu mendatang aktivitas penambangan ilegal kembali marak, berarti pekerjaan penertiban oleh Polres tidak punya arti apa-apa alias mubasir," ujarnya.
"Oleh sebab itu untuk menjaga nama baik Polisi di mata masyarakat, kami minta Kapolda Maluku Irjen Pol. Lotharia Latief agar perintahkan Kapolres Buru, AKBP Egia Febri Kusumatmaja untuk segera melakukan penangkapan atas pemilik bak rendaman karena selain telah merusak lingkungan hidup, juga melakukan penambangan tanpa ijin dari pemerintaH," pungkasnya. (LTO)
Klik ☝ untuk mengikuti akun Google News Kami agar anda tidak ketinggalan berita menarik lainnya |