Ambon, Orasirakyat.com
Gelar ini bukan untuk menjadi kebanggaan semata justru merupakan tanggung jawab besar bagi pemerintah bersama stakeholder dan masyarakat untuk dipertahankan dan ditingkatkan.
Dalam mengamankan seluruh karya pemusik di Maluku, kini telah hadir MIC (Mobiile Intellectual Property Clinic). MIC ini sangat berfaedah bagi musisi Ambon, khususnya pada pelindungan pencatatan ciptaan musik agar karya musisi Ambon tidak dibajak.
Oleh karena itu, Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) bekerja sama dengan Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Maluku menggelar layanan permohonan dan konsultasi kekayaan intelektual (KI) sebagai salah satu rangkaian acara Mobile Intellectual Property Clinic (MIC)
atau Klinik KI yang diselenggarakan di Maluku City Mall pada Rabu, 6 Juli 2022 kemarin.
Sebagai Ketua Komunitas Sanggar Lima Belas, Ambon Stane, Siegmund Latuimahina tidak menyia-nyiakan adanya layanan permohonan dan konsultasi KI ini untuk mencatatkan ciptaan yang berupa lagu (musik dengan teks) dengan judul Simfoni Lestari.
Kepada wartawan, Kamis (7/7/2022), Latuimahina membeberkan bahwa meskipun belum paham cara mendapatkan Hak Cipta namun ia tidak menyia-nyiakan kesempatan yang ada ini.
“Saya belum paham cara pencatatan permohonan hak cipta. Karya cipta saya ada 70 lagu, dan saya ingin mencatatkan 1 lagu terlebih dahulu, jika sudah paham saya akan mencatatkan yang lainnya karena saya baru pertama kali mencatatkan hak cipta,” ujarnya.
Ia juga berterima kasih karena sudah dipandu permohonan pencatatan ciptaan dari tahap awal pembuatan akun, mengisi data dan syarat dokumen permohonan, pembayaran kode billing melalui mobile banking hingga terbit surat pencatatan ciptaan.
“Mendapatkan surat pencatatan ciptaan membuat saya bangga, pelayannya sangat bagus, cepat sekali dan saya akan memberitahukan cara pencatatan ciptaan kepada teman - teman saya di komunitas agar mereka pun ikut mencatatkan karya ciptaannya,” serunya.
Tak kalah antusias dari Latuimahina, Rapper asal Ambon Filemon Nilaputra Sinmiasa dari Komunitas Ghetto Side Entertainment Ambon pun mencatatkan ciptaan lagunya yang berjudul Frontal dengan genre musik rap tentang kritik sosial politik kepada pemerintah yang melakukan korupsi.
Ia baru tersadar pentingnya mencatatkan ciptaan saat salah satu lagu proyek kolaborasinya di-cover tanpa izin.
“Setelah viral di-remix tanpa izin serta dikomersialkan sehingga mereka mendapatkan royaltinya. Karena hal tersebut saya segera mencatatkan ciptaan karya original saya agar saat ada yang meng-cover kembali, saya memiliki pelindung hukumnya karena sudah tercatat di DJKI,” ucapnya.
Selain itu, Sinmiasa juga sangat berterima kasih atas berhasilnya pencatatan ciptaan lagunya.
“POP HC membantu sekali, membantu para musisi, karena sejujurnya musisi itu tidak suka yang terlalu ribet, karena di Ambon sendiri penggiat seni sangat banyak. Banyak pencipta lagu banyak dancer, acara seperti ini harus sering digelar. Mungkin bisa diadakan setiap trimester,” tuturnya.
Menanggapi hal tersebut, Koordinator Sertifikasi dan Dokumentasi Hak Cipta Christ Andrey Imanuel Napitupulu menjelaskan, sesuai dengan ketentuan Pasal 9 ayat (3) UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta disebutkan bahwa “Setiap Orang yang tanpa izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta dilarang melakukan Penggandaan dan/atau Penggunaan Secara Komersial Ciptaan”.
Lebih jau Napitupulu menjelaskan, Peraturan Bersama MenkumHAM dan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 14 Tahun 2015 dan Nomor 26 Tahun 2015 tentang Pelaksanaan Penutupan Konten dan/atau Hak Akses Pengguna Pelanggaran Hak Cipta dan/atau Hak Terkait dalam Sistem Elektronik.
“Ketika memiliki pencatatan ciptaan, pemohon berhak untuk melaporkan bahwa lagunya itu ditiru atau di-cover di konten social media ke DJKI, dari hasil gelar perkara jika terbukti adanya pelanggaran maka DJKI akan berkoordinasi dengan Kominfo untuk menutup konten yang diduga melakukan pelanggaran hak cipta, maka dari itu penting melakukan pencatatan ciptaan untuk mendapatkan pelindungan hukum,” tegasnya.Dalam kesempatan yang sama, Kepala Divisi Pelayanan Hukum dan HAM Maluku Ruliana Pendah Harsiwi berharap kegiatan MIC dapat berkelanjutan kedepannya.
“Saya inginnya berkelanjutan karena ini adalah momen atau kegiatan yang bagus sekali di mana kita akan betul-betul mencapai suatu ekosistem kekayaan intelektual yang mana semua kreatifitas. Semua inovasi dari masyarakat maupun dari semua orang dapat mendukung pertumbuhan dan perkembangan perekonomian sehingga ekosistem ini benar-benar berjalan,” ujarnya.
Pendah juga berharap dengan dicanangkannya tahun 2022 sebagai tahun hak cipta dapat menjadi momentum yang tepat bagi provinsi Maluku sebagai provinsi yang terkenal dengan Ambon Music Office (AMO) untuk meningkatkan pelindungan ciptaan.
Sebagai informasi, masyarakat yang melakukan konsultasi kekayaan intelektual MIC Maluku berjumlah sembilan belas pemohon, yaitu sepuluh pemohon pada layanan merek, dua pemohon pada layanan hak cipta, tiga pemohon pada layanan paten, satu pemohon pada layanan teknologi informasi, satu pemohon pada layanan desain industri, satu pemohon pada layanan indikasi geografis, dan satu pemohon pada layanan KI Komunal. (KT/JP)
Klik ☝ untuk mengikuti akun Google News Kami agar anda tidak ketinggalan berita menarik lainnya |