SBT, Orasirakyat.com - Berdasarkan surat dari Pengurus besar (PB) HMI dengan Nomor : 100/A/SEK/11/1445 H yang ditujukan ke Badko dan Cabang Se-Indonesia, maka HMI Cabang Seram Timur turun ke jalan untuk melakukan aksi Demonstrasi sebagai respon atas Instruksi PB. Aksi tersebut berlangsung pada, Senin (10/7/2024) di Bula.
Demonstrasi tersebut dilakukan secara nasional oleh seluruh kader HMI, Mulai dari PB hingga Cabang dengan mengemas isu kebijakan Tabungan Perumahan Rakyat (TAPERA), seluruh pegawai, baik PNS dan swasta, serta pekerja mandiri yang mendapatkan penghasilan sebesar upah minimum wajib menjadi peserta TAPERA. Hal tersebut dilaksanakan berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat.
Pelakasanaan TAPERA di proyeksikan pada tahun 2024 ini ditandai dengan adanya PP Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakayat. Pelaksanaan TAPERA menuai banyak polemik di masyarakat, bahkan antara menteri pun berbeda pendapat secara terbuka. Hal demikian barangkali juga disebabkan dana dari masyarakat ini yang dilihat berdasarkan rencana dan pelaksanaannya akan dikelola oleh
sebuah badan yang biasa disebut dengan BP Tapera, bahkan dana yang telah tertampung di Tapera sudah mencapai Rp.8 triliun berdasarkan laporan keuangan BP Tapera tahun 2022.
Sedangkan BP Tapera melakukan kontrak investasi kolektif sebesar Rp3,32 triliun. Pada tahun yang sama, pemanfaatan dana Tapera hanya sebesar Rp640,8 miliar. Penempatan dana TAPERA lebih banyak pada Surat Utang Koorporasi sebesar 47%. Kemudian, TAPERA juga melakukan penempatan dana sebesar 45% di instrumen investasi Surat Berharga Negara. Sisanya ditempatkan pada deposito perbankan dan giro, Dengan proporsi tersebut, maka pemerintah selaku pengelola APBN memang mempunyai kepentingan dalam pengelolaan dana TAPERA untuk pembelian SBN dimana proporsinya mencapai 45%. Penggunaannya pun tidak akan terbatas pada perumahan, melainkan bisa saja digunakan untuk program pemerintah mulai dari pembangunan IKN hingga makan siang gratis ke depan.
Kebijakan tersebut dianggap memberatkan pekerja yang kemudian harus diwajibkan ikut dalam kepesertaan tabungan perumahan rakyat atau TAPERA.
Iuran kepesertaannya pun cukup besar dengan penghitungan ad valorem atau persentase dari gaji atau upah. Yang mana jika pekerja tersebut berpendapatan di atas UMR, maka setiap bulan gajinya dipotong 2,5%. Penolakan pun muncul dari para pelaku dunia usaha yang juga keberatan dengan kewajiban menambahkan 0,5% dari gaji pekerja untuk iuran Tapera.
Pertumbuhan ekonomi yang diklaim tinggi yakni 5,11% year on year pada kuartal 1-2024 tidak mampu menjelaskan secara komprehensif bagaimana tantangan ekonomi sepanjang 2024.
Pada aksi tersebut HMI secara nasional menyampaikan beberapa tuntutan diantara :
1. Mendesak Pemerintah untuk mencabut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat dan PP Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat, serta secara efektif membatalkan program perumahan rakyat yang dimaksud;
2. Mendesak pemerintah untuk segera menghentikan komersialisasi pendidikan dan memberikan pendidikan gratis bagi seluruh anak bangsa di semua jenjang pendidikan;
3. Mendesak Kapolri untuk membebaskan seluruh aktivis mahasiswa utamanya kader HMI yang ditangkap dan ditahan di berbagai POLRES dan POLDA karena memperjuangkan nasib rakyat, serta meminta Kepala Kepolisian Republik Indonesia (KAPOLRI) agar mencopot Kepala Kepolisian Daerah (KAPOLDA) dan Kepala Kepolisian Resort (KAPOLRES) di wilayah tersebut;
4. Mendesak Presiden untuk memimpin dan memantau langsung proses pemberantasan berbagai kasus korupsi di Indonesia, utamanya kasus berkait dengan PT. Timah dan PT Aneka Tambang (Antam). (FS)
Klik ☝ untuk mengikuti akun Google News Kami agar anda tidak ketinggalan berita menarik lainnya |