Ilustrasi |
Menurut Kabareskrim Polri, Komjen Wahyu Widada, HS masih aktif mengendalikan operasi peredaran narkotika dari balik jeruji, meskipun ia telah divonis mati dalam kasus narkoba. Setelah mengajukan banding, hukuman HS kemudian diringankan menjadi 14 tahun penjara. Namun, meski berada dalam tahanan, ia tetap memimpin peredaran narkoba di Indonesia, terutama di wilayah Kalimantan Utara, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi, Bali, dan Jawa Timur.
HS, alias H32, disebut mulai menjalankan operasinya pada 2017, memanfaatkan jaringan narkoba internasional antara Malaysia dan Indonesia. "Meskipun berada di dalam lapas, HS tetap mampu mengendalikan peredaran narkoba secara luas di wilayah Indonesia," ujar Wahyu dalam konferensi pers di Bareskrim Polri, Rabu (18/9/2024).
Kasus ini terungkap berkat kerja sama Bareskrim Polri dengan Ditjen Pemasyarakatan (PAS), Bea Cukai, Badan Narkotika Nasional (BNN), serta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Berdasarkan penyelidikan, HS diketahui aktif menyelundupkan narkoba jenis sabu dari Malaysia ke Indonesia. Selama periode 2017 hingga 2023, HS berhasil memasukkan lebih dari 7 ton sabu ke tanah air.
Lebih lanjut, Wahyu menjelaskan bahwa HS tidak bekerja sendiri. Ia dibantu oleh delapan orang kaki tangannya yang berperan dalam mengelola hasil kejahatan dan mencuci uang dari peredaran narkoba. Peran kaki tangan HS tidak hanya mencakup pengelolaan uang dan aset, tetapi juga mencakup upaya hukum yang memungkinkan mereka tetap beroperasi dengan leluasa.
Berikut adalah identitas delapan kaki tangan HS beserta perannya:
1. T, bertugas mengelola uang hasil kejahatan.
2. MA, mengelola aset hasil kejahatan.
3. SY, turut serta dalam pengelolaan aset.
4. CA, membantu dalam proses pencucian uang.
5. AA, terlibat dalam pencucian uang.
6. NMY, adik AA, juga membantu pencucian uang.
7. RO, membantu pencucian uang dan menangani upaya hukum.
8. AY, kakak RO, juga terlibat dalam pencucian uang dan upaya hukum.
PPATK melaporkan bahwa perputaran uang dari operasi jual-beli narkoba yang dikendalikan oleh HS dan kelompoknya mencapai Rp 2,1 triliun. Sebagian besar uang tersebut digunakan untuk membeli berbagai aset di Indonesia.
Wahyu menegaskan bahwa Polri akan terus mempersempit ruang gerak para pelaku, termasuk narapidana yang masih beroperasi dari dalam penjara. Operasi ini menunjukkan tekad Bareskrim Polri untuk menindak tegas jaringan narkoba internasional, meski dikendalikan dari balik jeruji. (OR-dl)
Klik ☝ untuk mengikuti akun Google News Kami agar anda tidak ketinggalan berita menarik lainnya |