" Jelas-jelas perbuatan ketua KPU itu melanggar Pasal 178 C UU 10 2016 tentang pilkada," jelas Ahmad Belasa di Namlea, Rabu (18/12/2024).
Dengan dilepaskan Ketua KPU Kabupaten Buru sebagai terlapor yang diduga mencoblos lebih dari satu kali, maka Bawaslu Kabupaten Buru juga dinilai mengabaikan fakta hukum dalam rapat pleno rekapitulasi KPU Kabupaten Buru.
Saat itu Walid Aziz mengaku, mencoblos di TPS 21 dan mengetuk palu ikut mensahkan kelebihan satu suara siluman yang terjadi TPS 21 Namlea dan juga diakui sah oleh komisioner Bawaslu dalam rapat tersebut.
Kata Belasa, ketika bawaslu tidak menemukan tindak pidana dalam kasus TPS 21, maka status hukum TPS 21 menjadi hilang.
Lain hal, ketika bawaslu bersama Sentra Gakumdu menemukan tindak pidana dalam kasus TPS 21, maka status hukum TPS 21 menjadi terselamatkan.
Artinya, ketika tindak pidana dalam kasus 21 ditemukan, maka status hukum TPS 21 menjadi terlegitimasi.
Belasa yang juga ikut menjadi saksi dalam rapat pleno rekapitulasi mewakili Paslon AMANAH, lebih jauh menjelaskan, kalau pengawasan Bawaslu terhadap semua tahapan dan proses termasuk semua dokumen dilakukan saat pencoblosan hingga rekapitulasi mulai dari TPS hingga pleno di KPU.
Kemudian Bawaslu dalam pengawasannya turut melegitimasi TPS 21, ditandai dengan tidak adanya temuan Bawaslu Kab. Buru terhadap TPS 21.
Dengan demikian, sekali lagi TPS 21 dianggap dilegitimasi atau disahkan oleh Bawaslu Kab. Buru.
Pengakuan dan pengesahan TPS 21 dalam perspektif pengawasan oleh Bawaslu telah mengakibatkan TPS dilanjutkan ke ruang Pleno KPU Kab. Buru dan kemudian disahkan pula secara berjenjang ke KPU Prop dan bahkan kini hasilnya telah sampai pada KPU RI.
"Pengesahan satu surat suara pada TPS 21 disebabkan oleh pengakuan ketua KPU di ruang pleno PPK Kec. Namlea. Dengan berdasarkan Pengakuan ketua KPU di ruang pleno PPK & pada ruang Pleno KPU, maka menjadi alasan hukum bagi Bawaslu, bahwa TPS 21 dianggap SAH. Artinya bahwa bawaslu mengakui bahwa pengakuan ketua KPU itu benar, sehingga bawaslu tidak menyatakan temuan dalam kasus TPS 21," ungkap Belasa.
TPS 21 kemudian menjadi masalah dan dilaporkan ke bawaslu. Dalam proses penyelidikan oleh sentra Gakumdu, tidak ditemukan perbuatan pidana.
"Bagi saya, bahwa kasus TPS 21 adalah buah simalakama, dimakan mati, tidak dimakan bunuh diri. Bahwa Bawaslu (sentra Gakumdu) telah resmi menetapkan kasus ini berhenti secara pidana," sesali Belasa.
Belasa mengatakan, agar sekarang Bawaslu harus dimintai pertanggungjawaban hukum, bagaimana menjelaskan kepada publik bahwa seminggu lalu status hukum TPS 21 di ruang pleno PPK & ruang pleno KPU sah.
"Tetapi hari ini sudah tidak sah. Saya jadi teringat, pepatah, karena nila setetes merusak susu sebelanga", karena ulah seorang yang mencoblos satu suara di TPS 21, maka rusaklah seluruh nilai demokrasi," cemoh Belasa.
Kejadian di TPS 21 sebetulnya bukan soal upaya Bawaslu membongkar terang-benderang dugaan tindak pidana saja, melainkan Bawaslu sendiri sedang menguji pengawasan yang mereka lakukan sendiri terhadap TPS 21.
Dalam pengawasannya Bawaslu Kab. Buru telah turut bersama-sama dengan KPU mengesahkan TPS 21.
Tindakan atau perbuatan pengawasan dan pengesahan terhadap TPS 21 itu yang sedang mereka uji.
Pungkas Belasa, dari hasil penyelidikan membuktikan bahwa tidak ditemukannya tindak pidana dalam kasus TPS 21, akan tetapi masalah serius yang harus dijawab oleh Bawaslu.
Pertama, bagaimana dengan tindakan pengesahan saat pengawasan yang dilakukan oleh Bawaslu diruang pleno.
"Kedua, bagaimana dengan status hukum TPS 21. Siapa yang bertanggung jawab," soalkan Belasa. (LTo)
Klik ☝ untuk mengikuti akun Google News Kami agar anda tidak ketinggalan berita menarik lainnya |